Jumat, 14 Februari 2014

[CERPEN] FRIEND?

Sebenarnya, teman dan sahabat itu sangat penting dalam hidup kita(?)



Friend?

Hola....

Baru sempetin lagi buat cerpen :3

Okey, happy reading~~



---



Suasana di kelas sangat berisik. Kelas yang tadinya bersih dan rapi, seketika menjadi kotor dan berantakan. Apa lagi penyebabnya kalau bukan semua murid laki-laki yang malah bermain saat guru tidak masuk dan tidak ada perwakilan dari guru lainnya. Semua murid siswi meminta mereka untuk diam terkecuali,, Nana. Nana memang cuek. Bahkan, Ia tidak memiliki teman sama sekali di Sekolah. Ia dan murid yang lain hanya berbicara kalau ada keperluan yang sangat penting dan mendesak.



“Hahhh!!” Pekik Nana tiba-tiba. Hal itu membuat sekelas diam. Nana sudah tahu bahwa hal ini akan terjadi. Hanya sekali Ia berkata, semua pasti tersentak. Karena memang, Ia tidak sering berbicara. Seulas senyum tipis merekah di bibir Nana. Ia melanjutkan kegiatan membacanya. Dan murid-murid lelaki lainnya membersihkan dan merapikan lagi tempat-tempat yang tadi mereka berantakin. Seperti menyihir saja, hanya dengan satu kata. Aneh? Ya, tapi nyata.



Kelas menjadi hening. Hanya terdengar bisik-bisikkan kecil yang pastinya dari anak-anak lainnya yang sedang mengobrol tapi tidak ingin meributkan kelas. Kelas menjadi tertata rapi kembali. Lagi-lagi, Nana tersenyum melihat semua ini. senyum manis. Senyum yang baru pertama kali lagi merekah di bibirnya semenjak orang tuanya berpisah. Tragis? Benar sekali.



“Baiklah anak-anak, kini ada ulangan IPS. Kalian dapat membaca buku kalian dahulu. Ibu beri waktu 5 menit.” Nana beserta murid yang lainnya segera membaca buku mereka masing-masing dengan serius. Tentu saja untuk nilai mereka. Kalau saja nilai itu tidak penting, mungkin, mereka tidak akan membaca buku ini(?) 10 menit berlalu, Ibu guru sudah memberikan lembar kertas ulangan. Ya, ini hanya ulangan harian. Nana menjawab soal-soal ini dengan lancar. Tentu saja, sudah sejak awal Ia datang ke sekolah tadi pagi, Ia hanya membaca buku IPS. Alhasil, Nana yang duluan mengumpulkan lembar kertas jawabannya. Seusai semua mengumpulkan, kini tinggal pengumuman nilai. Nana masih sibuk dengan bukunya.



Sudah sekian banyak Ibu guru menyebutkan nilai. Kini peringkat nilai tertinggi.



“Nilai tertinggi di raih oleh Nana, disusul oleh Zizka, lalu Fiza.” Senyum kembali merekah di bibir Nana. Senyum tulus. Ini senyum yang tak pernah Ia munculkan. ibu guru yang mengetahui bahwa orang tua Nana berpisah dan akhirnya Nana dapat tersenyum kembali, bahagia.



*skip*



Seusai pulang sekolah, Nana pulang duluan dengan ekspresi datar di wajahnya. Ibu guru mencegat anak-anak yang lainnya untuk pulang. Lalu menyuruh mereka untuk duduk ke tempat masing-masing.



“Kalian mau berteman dengan Nana?” Tanya Ibu Guru. Kelas hening seketika. Namun, kelang beberapa detik, Fiza angkat bicara.



“Ya, bu. Kami tentu mau berteman dengannya. Ya nggak sih?” Ucap Fiza. Semua teman-teman mengiyakan ucapan Fiza.



“Nah, kalau begitu, besokkan, Nana ulang tahun. Jadikan hari itu hari spesial baginya!” Senyum Ibu Guru. Semua anak-anak berdiskusi. Sekiranya, 6 menit mereka berdiskusi lalu semuanya menyetujui dan pulang dengan gembira.



Ke Esokan Harinya...



Nana memasuki sekolah dengan biasa. Ekspresi datar, tatapan kosong, tak ada harapan. Ia menduduki bangku kursi duduknya dan mulai membaca buku tanpa memerhatikan sekelas.



Kring...



Bel berbunyi dengan nyaringnya. Semua murid tampak duduk dengan rapi di meja masing-masing.



“Aneh. Tidak biasanya semua tertib.” Batin Nana yang ternyata memerhatikan sekitar lalu kembali fokus dengan bukunya. Beberapa detik kemudian, kelas menjadi ricuh. Semua berkumpul ke belakang meja Nana.



“Happy Birthday to You! Happy Birthday to You! Happy Birthday Putri Nana... Happy Birthday to You!”



Nana terkejut dengan apa yang Ia lihat sekarang. Suprise ulang tahun? Ia bahkan tak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Air mata haru Ia keluarkan dari pelupuk matanya. Semua tersenyum melihat Nana yang dapat merasakan rasanya berteman.



“Tiup dong lilinnya!” Jingga berseru. Semua mengiyakan perkataan Jingga barusan. Nana mengangguk dan meniup lilinnya. Semua bersorak senang. Nana tersenyum cerah melihat pemandangan yang ada di depan matanya sekarang. Lalu, Zizka, Fiza, dan beberapa teman lainnya menghampiri Nana yang tengah duduk menyendiri di bangkunya.



“Hey, Nana. Jangan sendirian terus, dong. Ikut main sini, gih!” Panggil Titi. Nana tersenyum malu. Ia masih malu untuk ikut bergabung dengan teman-temannya. Walaupun teman-temannya bersikap baik padanya, Ia masih ragu untuk bermain dengan mereka semua.



“Tak usah sungkan, Na.”



Akhirnya, Nana ikut bergabung bermain dengan teman-teman sekelasnya. Ibu Gurunya yang melihat Nana tampak bahagia. Ibu dari Nana yang mengikuti Ibu Guru menangis haru. “Aku bahkan tak pernah memberi putriku surprise ataupun kado ulang tahun.” Lirih Ibu Nana. Ibu guru berkata, “Ibu sudah memberi Nana kado Bu, kado dari Ibu adalah berupa kasih sayang yang sudah Ibu curahkan padanya.” Senyum Ibu Guru.





“Kalau begitu, maukan kamu jadi teman kami semua?” Tanya semuanya. Nana mengangguk senang. Semua teman di kelasnya bersorak riang karena akhirnya sosok Nana yang pendiam kini menjadi Nana yang ceria dan dapat berteman dengan mereka semua.



-End of Story-

Aaaaa... maaf jelek ya temen-temen ^^