Sebenarnya, teman dan sahabat itu sangat penting dalam hidup kita(?)
Friend?
Hola....
Baru sempetin lagi buat cerpen :3
Okey, happy reading~~
---
Suasana di kelas sangat berisik. Kelas
yang tadinya bersih dan rapi, seketika menjadi kotor dan berantakan. Apa lagi
penyebabnya kalau bukan semua murid laki-laki yang malah bermain saat guru
tidak masuk dan tidak ada perwakilan dari guru lainnya. Semua murid siswi
meminta mereka untuk diam terkecuali,, Nana. Nana memang cuek. Bahkan, Ia tidak
memiliki teman sama sekali di Sekolah. Ia dan murid yang lain hanya berbicara
kalau ada keperluan yang sangat penting dan mendesak.
“Hahhh!!” Pekik Nana tiba-tiba. Hal
itu membuat sekelas diam. Nana sudah tahu bahwa hal ini akan terjadi. Hanya sekali
Ia berkata, semua pasti tersentak. Karena memang, Ia tidak sering berbicara. Seulas
senyum tipis merekah di bibir Nana. Ia melanjutkan kegiatan membacanya. Dan murid-murid
lelaki lainnya membersihkan dan merapikan lagi tempat-tempat yang tadi mereka
berantakin. Seperti menyihir saja, hanya dengan satu kata. Aneh? Ya, tapi
nyata.
Kelas menjadi hening. Hanya terdengar
bisik-bisikkan kecil yang pastinya dari anak-anak lainnya yang sedang mengobrol
tapi tidak ingin meributkan kelas. Kelas menjadi tertata rapi kembali. Lagi-lagi,
Nana tersenyum melihat semua ini. senyum manis. Senyum yang baru pertama kali
lagi merekah di bibirnya semenjak orang tuanya berpisah. Tragis? Benar sekali.
“Baiklah anak-anak, kini ada
ulangan IPS. Kalian dapat membaca buku kalian dahulu. Ibu beri waktu 5 menit.” Nana
beserta murid yang lainnya segera membaca buku mereka masing-masing dengan serius.
Tentu saja untuk nilai mereka. Kalau saja nilai itu tidak penting, mungkin,
mereka tidak akan membaca buku ini(?) 10 menit berlalu, Ibu guru sudah
memberikan lembar kertas ulangan. Ya, ini hanya ulangan harian. Nana menjawab
soal-soal ini dengan lancar. Tentu saja, sudah sejak awal Ia datang ke sekolah
tadi pagi, Ia hanya membaca buku IPS. Alhasil, Nana yang duluan mengumpulkan
lembar kertas jawabannya. Seusai semua mengumpulkan, kini tinggal pengumuman
nilai. Nana masih sibuk dengan bukunya.
Sudah sekian banyak Ibu guru
menyebutkan nilai. Kini peringkat nilai tertinggi.
“Nilai tertinggi di raih oleh
Nana, disusul oleh Zizka, lalu Fiza.” Senyum kembali merekah di bibir Nana. Senyum
tulus. Ini senyum yang tak pernah Ia munculkan. ibu guru yang mengetahui bahwa
orang tua Nana berpisah dan akhirnya Nana dapat tersenyum kembali, bahagia.
*skip*
Seusai pulang sekolah, Nana
pulang duluan dengan ekspresi datar di wajahnya. Ibu guru mencegat anak-anak
yang lainnya untuk pulang. Lalu menyuruh mereka untuk duduk ke tempat
masing-masing.
“Kalian mau berteman dengan Nana?”
Tanya Ibu Guru. Kelas hening seketika. Namun, kelang beberapa detik, Fiza
angkat bicara.
“Ya, bu. Kami tentu mau berteman
dengannya. Ya nggak sih?” Ucap Fiza. Semua teman-teman mengiyakan ucapan Fiza.
“Nah, kalau begitu, besokkan,
Nana ulang tahun. Jadikan hari itu hari spesial baginya!” Senyum Ibu Guru. Semua
anak-anak berdiskusi. Sekiranya, 6 menit mereka berdiskusi lalu semuanya
menyetujui dan pulang dengan gembira.
Ke Esokan Harinya...
Nana memasuki sekolah dengan
biasa. Ekspresi datar, tatapan kosong, tak ada harapan. Ia menduduki bangku
kursi duduknya dan mulai membaca buku tanpa memerhatikan sekelas.
Kring...
Bel berbunyi dengan nyaringnya. Semua
murid tampak duduk dengan rapi di meja masing-masing.
“Aneh.
Tidak biasanya semua tertib.” Batin Nana yang ternyata memerhatikan sekitar lalu kembali fokus
dengan bukunya. Beberapa detik kemudian, kelas menjadi ricuh. Semua berkumpul
ke belakang meja Nana.
“Happy Birthday to You! Happy Birthday
to You! Happy Birthday Putri Nana... Happy Birthday to You!”
Nana terkejut dengan apa yang Ia
lihat sekarang. Suprise ulang tahun? Ia bahkan tak pernah merasakan hal ini
sebelumnya. Air mata haru Ia keluarkan dari pelupuk matanya. Semua tersenyum
melihat Nana yang dapat merasakan rasanya berteman.
“Tiup dong lilinnya!” Jingga
berseru. Semua mengiyakan perkataan Jingga barusan. Nana mengangguk dan meniup
lilinnya. Semua bersorak senang. Nana tersenyum cerah melihat pemandangan yang
ada di depan matanya sekarang. Lalu, Zizka, Fiza, dan beberapa teman lainnya
menghampiri Nana yang tengah duduk menyendiri di bangkunya.
“Hey, Nana. Jangan sendirian
terus, dong. Ikut main sini, gih!” Panggil Titi. Nana tersenyum malu. Ia masih
malu untuk ikut bergabung dengan teman-temannya. Walaupun teman-temannya
bersikap baik padanya, Ia masih ragu untuk bermain dengan mereka semua.
“Tak usah sungkan, Na.”
Akhirnya, Nana ikut bergabung
bermain dengan teman-teman sekelasnya. Ibu Gurunya yang melihat Nana tampak
bahagia. Ibu dari Nana yang mengikuti Ibu Guru menangis haru. “Aku bahkan tak
pernah memberi putriku surprise ataupun kado ulang tahun.” Lirih Ibu Nana. Ibu guru
berkata, “Ibu sudah memberi Nana kado Bu, kado dari Ibu adalah berupa kasih
sayang yang sudah Ibu curahkan padanya.” Senyum Ibu Guru.
“Kalau begitu, maukan kamu jadi teman
kami semua?” Tanya semuanya. Nana mengangguk senang. Semua teman di kelasnya
bersorak riang karena akhirnya sosok Nana yang pendiam kini menjadi Nana yang
ceria dan dapat berteman dengan mereka semua.
-End
of Story-
Aaaaa...
maaf jelek ya temen-temen ^^